Beberapa saat yang lalu saya mendapat kiriman E book dari seorang teman, dalam salah satu babnya ada tema yang sangat menarik perhatian saya yaitu mengenai Teori Alam semesta Hologram. Saya memang menggemari segala hal ikhwal alam semesta mungkin karena sifatnya yang selalu misteri.
Teori itu bermula dari temuan Alain Aspect bahwa dalam lingkungan tertentu partikel-partikel sub atomik, elektron, mampu berkomunikasi dengan seketika satu sama lain tanpa tergantung jarak yang memisahkan mereka. Tidak ada bedanya mereka terpisah beberapa jengkal atau sepuluhan milyar kilometer. (lebih lanjut , http://www.lintasberita.com/Entertainment/Sains/Alam_Semesta_Sebagai_Hologram)
Entah bagaimana, tampaknya setiap partikel selalu tahu apa yang dilakukan oleh partikel lain.
Masalah yang ditampilkan oleh temuan ini adalah bahwa hal itu melanggar prinsip Einstein yang telah lama dipegang, yakni bahwa tidak ada komunikasi yang mampu berjalan lebih cepat daripadakecepatan cahaya. Oleh karena berjalan melebihi kecepatan cahaya berarti menembus dinding waktu, maka prospek yang menakutkan ini menyebabkan sementara ilmuwan fisika mencoba menyusun teori yang dapat menjelaskan temuan Aspect. Namun hal itu juga mengilhami sementara ilmuwan lain untuk menyusun teori yang lebih radikal lagi.
Pakar fisika teoretik dari Universitas London, David Bohm, misalnya, yakin bahwa temuan Aspect menyiratkan bahwa realitas obyektif itu tidak ada; bahwa sekalipun tampaknya pejal [solid], alam semesta ini pada dasarnya merupakan khayalan, suatu hologram raksasa yang terperinci secara sempurna. Untuk memahami mengapa Bohm sampai membuat pernyataan yang mengejutkan ini, pertama-tama
kita harus memahami sedikit tentang hologram. Sebuah hologram adalah suatu potret tiga dimensional yang dibuat dengan sinar laser. Untuk membuat hologram, obyek yang akan difoto mula-mula disinari dengan suatu sinar laser. Lalu sinar laser kedua yang dipantulkan dari sinar pertama ditujukan pula kepada obyek tersebut, dan pola interferensi yang terjadi (bidang tempat kedua sinar laser itu bercampur) direkam dalam sebuah pelat foto.
Ketika pelat itu dicuci, gambar terlihat sebagai pusaran-pusaran garis-garis terang dan gelap. Tetapi ketika foto itu disoroti oleh sebuah sinar laser lagi, muncullah gambar tiga dimensional dari obyek semula di situ. Sifat tiga dimensi dari gambar seperti itu bukan satu-satunya sifat yang menarik dari hologram. Jika hologram sebuah bunga mawar dibelah dua dan disoroti oleh sebuah sinar laser, masing-masing belahan itu ternyata masih mengandung gambar mawar itu secara lengkap (tetapi lebih kecil).
Bahkan, jika belahan itu dibelah lagi, masing-masing potongan foto itu ternyata selalu mengandung gambar semula yang lengkap sekalipun lebih kecil. Berbeda dengan foto yang biasa, setiap bagian sebuah hologram mengandung semua informasi yang ada pada hologram secara keseluruhan. Sifat "keseluruhan di dalam setiap bagian" dari sebuah hologram, memberikan kepada kita suatu cara pemahaman yang sama sekali baru terhadap organisasi dan order.
Sains mencari realitas kebenaran lewat berbagai disiplin ilmiah yang ketat dan terukur walau tidak menampik akan adanya ilham bahkan imajinasi, hal ini Einstein pun mengakuinya. Sedang karya seni mengurai realitas lewat pandangan dan perasaan subyektif pribadi. Simbol dan tanda yang dibuatnya adalah realitas dunia imajinasi, batin dan nilai. Jadi baik Sain maupun karya seni membicarakan hal yang sama yaitu perkara realitas.
Realitas, adalah bahan perdebatan sepanjang peradaban manusia. kalau menurut teori hologram, realitas itu semu, hanya khayalan hal ini sejalan dengan keyakinan banyak agama. Bahkan ada konsep keyakinan "Manungguling kawula lan Gusti" dalam mistisisme Jawa akan mendukung teori ini. Karena Prinsip teori itu adalah bahwa realitas itu Esa, Pada suatu tingkat realitas yang lebih dalam, partikel-partikel bukanlah entitas-entitas individual, melainkan merupakan perpanjangan [extension] dari sesuatu yang esa dan fundamental. Keterpisahan mereka adalah ilusi. Segala sesuatu meresapi segala sesuatu, sekalipun sifat manusia selalu mencoba memilah-milah, mengkotak-kotakkan dan membagi-bagi berbagai fenomena di alam semesta, semua pengkotakan itu mau tidak mau adalah artifisial, dan segenap alam semesta ini pada akhirnya merupakan suatu jaringan tanpa jahitan. Partikel-partikel seperti itu bukanlah "bagian-bagian" yang terpisah, melainkan faset-faset dari suatu kesatuan (keesaan) yang lebih dalam dan lebih mendasar, yang pada akhirnya
bersifat holografik dan tak terbagi-bagi seperti gambar mawar di atas.
Benang merah yang menghubungkan antara teori hologram dengan konsep multi segi saya adalah pada prinsip segala sesuatu meresapi segala sesuatu, jelasnya, karya saya dibagi ke dalam beberapa view, masing-masing view terhubung karena memang pada dasarnya satu subyek tapi dilihat dengan sudut pandang lain. Masing -masing realitas yang seakan terpisah sebenarnya adalah satu, seandainya ada perbedaan pada masing-masing view semata adalah keinginan untuk memperluas makna teks.
saya tidak ingin memaksakan garis pemikiran saya untuk sejalan dengan teori tersebut, karena saya tidak ingin terjebak pada paradigma itu karena akan membuat batasan yang membelenggu, juga toh, Sain selalu akan diuji. Secara kebetulanlah konsep hologram mempunyai kemiripan jadi pantas kalau kemudian saya merayakannya, karena saya merasa teori ini juga mencerahkan, merubah secara mengejutkan dan radikal pandangan kita tentang semesta.
Belum lagi kalau kita hubungkan dengan pandangan Karl Pribram pakar Neurofisiologi Universitas Stanford yang yakin bahwa ingatan terekam bukan di dalam neuron-neuron, melainkan di dalam pola-pola impuls saraf yang merambah seluruh otak, seperti pola-pola interferensi sinar laser yang merambah seluruh wilayah pelat film yang mengandung suatu gambar holografik. Dengan kata lain, Pribram yakin bahwa otak itu sendiri merupakan sebuah hologram. Gambaran realitas yang baru dan mengejutkan ini, yakni sintesis antara pandangan Bohm dan Pribram, dinamakan paradigma holografik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar