Kamis, 17 April 2014

Citra dari Langit

Peradaban manusia modern ditandai dengan semakin banyak citra atau gambar photo di hasilkan. Sejak ditemukan oleh Joseph Nicephore Niepce pada tahun 1822 (Wikipedia Indonesia) photography pada tahun 2000an telah berkembang pesat. Citra photo adalah hal lumrah karena hampir setiap orang yang memakai telepon genggam akan memakai dengan fitur kamera. Sedang fitur kamera sendiri pada telepon genggam seakan adalah fasilitas standar.

Gambar photo makin mudah diproduksi dimana pun oleh siapa pun. Kita sekarang seakan mendapat luberan citra dalam segala bentuk, dari gambar selfie hingga dokumenter serius soal sosial budaya.
Berhubungan dengan melimpahnya photo adalah gambaran citra udara yang dihasilkan oleh pesawat, balon atau satelit. Citra ini dimaksudkan untuk banyak hal, diantaranya adalah untuk studi penelitian dan peta. Yang menarik dari citra satelit adalah semakin mudah kita mengaksesnya bahkan dari telepon pintar. Sekarang kita melihat dunia sekeliling kita secara lebih utuh tidak sekedar dalam bentuk pandangan dengan garis batas bercakrawala tapi dari atas, dari langit.

Citra ini selain menjadi gambaran posisi pencapaian teknologi umat manusia juga membuka kesadaran pada keberadaan kita dalam perspektif yang berbeda sama sekali. Sebagai sebuah sudut pandang visual, citra dari langit menyajikan sisi kemanusiaan secara lebih utuh. Gambaran dari langit itu adalah rekam jejak umat manusia dalam segala rupa kondisi. Citra dari langit akan memperlihatkan bentuk populasi sebuah area, bagaimana sebuah daerah terpelihara dengan baik dan buruk dengan kata lain makmur atau tidak, bagaimana mereka mengelola sumber daya yang ada, bagaimana sebuah daerah rawan bencana atau dalam kondisi peperangan, bagaimana sebuah daerah mempersiapkan infrastruktur bahkan kekuatan militer.

Citra udara adalah cermin dari peradaban kita, sebuah cara untuk melihat diri kita sendiri, centang prenangnya kita atau kebanggaan kita sendiri.

Kudus, 18|4|14